Membentuk Kebiasaan Baik (Bagian 3)

SADARI BAGAIMANA POLA RASA KITA
Banyak orang gagal dalam membentuk sebuah kebiasaan baik karena MERASA bahwa: “hal itu berat”; “mengubah kebiasaan yang sudah puluhan tahun ini adalah hal yang mustahil”; “saya sudah mencobanya berulang-kali, namun tetap gagal. Saya rasa ini adalah usaha yang sia-sia.”  Halangan terbesar bagi seseorang untuk berubah biasanya terletak pada POLA PERASAANNYA.

Perlu kita sadari bahwa perasaan kita bekerja sesuai dengan pola pikir kita atau lebih tepatnya sesuai dengan bagaimana BIASANYA kita berpikir. Membentuk sebuah kebiasan baik, terlebih jika mengubahnya dari kebiasaan yang buruk, berarti dengan sengaja mengintervensi cara kerja pikiran kita yang lama dan memaksanya untuk berpikir dengan cara yang baru dan lebih baik.
Hal ini biasanya membutuhkan waktu yang relatif cepat. Hal yang diperlukan adalah menemukan cara yang efektif untuk melakukan intervensi. Beberapa cara yang biasanya efektif untuk mengintervensi sebuah pola pikir lama antara lain:
  1. Mengajaknya berpikir mengenai dampak negatif yang sangat serius dari pola pikir yang lama.
  2. Mengajaknya untuk berpikir jangka panjang dan meliha akibat dari pola pikir yang lama.
  3. Mengajaknya untuk menata ulang prioritas hidupnya sehingga ia harus menata ulang pola pikirnya.
Hal-hal seperti ini terbukti cukup efektif untuk membuat seorang yang mempunyai kebiasaan buruk seperti perokok, peminum, pelaku seks bebas, untuk mengintervensi pola pikirnya yang lama dan membuat pola pikir yang baru untuk lepas dari kebiasaan buruknya.

Namun banyak orang melupakan bahwa perasaan kita mempunyai pola yang jauh lebih sulit untuk diintervensi atau ditembus daripada pola pikir kita. Perasaan kita tidak dapat dengan sendirinya berubah. Perasaan kita selalu bekerja sebagaimana BIASANYA pola pikir kita bekerja. Diperlukan waktu yang lebih lama agar perasaan kita mengenakan pola yang sama dengan pola pikir kita.

Mari kita bayangkan seseorang yang mempunyai pola pikir “semuanya harus jelas dan aman”. Biasanya orang seperti ini akan cenderung tidak berani melangkah ketika ada kesempatan kerja baru yang walaupun berpotensi memberikan hasil yang lebih, namun juga mempunyai resiko yang sangat besar. Jika orang ini berusaha untuk mengintervensi pola pikir lamanya dengan berpikir: “aku harus memberanikan diri mengambil kesempatan ini demi keluargaku”, maka perasaannya yang belum terbiasa dengan pola pikirnya yang lama akan dengan segera mengatakan: “JANGAN! Tunggu sampai ada kesempatan yang betul-betul aman. Jika salah pilih, justru seluruh keluargamu akan jadi hancur berantakan.” Jika konflik ini terus dipertahankan dan tidak diselesaikan maka biasanya orang tersebut hanya akan mengambil keputusan yang nekat.

Membiasakan perasaan kita agar berkerja sesuai dengan pola pikir kita yang baru memerlukan waktu; dan di sinilah kebanyakan orang gagal. Diperlukan ketekunan dan keuletan untuk terus mempertahankan pola pikir yang baru sambil perlahan-lahan memberikan latihan-latihan kecil kepada perasaan kita untuk berubah. Membentuk sebuah kebiasaan baik diperlukan latihan dengan hal-hal yang kecil.

Jika Anda ingin menghentikan kebiasaan buruk Anda dan mengubahnya dengan kebiasaan yang baik, cari dan mintalah teman Anda untuk menemani dan menguatkan tekad Anda tiap kali perasaan Anda mencoba memakai pola perasaan yang lama. Ingatlah bahwa diperlukan waktu agar pola pikir Anda yang baru dapat menguasai pola perasaan Anda sepenuhnya.

No comments:

Post a Comment