Saya baru saja menonton film "The Tale Of Despereaux" yang mengisahkan tentang seekor tikus kecil(hampir saja mengetik "seorang tikus") yang melawan budaya tikus-tikus kecil yang lain. Sementara tikus-tikus kecil yang lain menganggap rasa takut adalah dorongan terbesar untuk hidup, Despereaux Tilling (tikus kecil yang menjadi tokoh utama) menganggap dorongan terbesar dalam hidup adalah keberanian, kebenaran, dan kehormatan. Saya pribadi menyukai film yang mempunyai elemen-elemen kerajaan, kasta-kasta, petualangan, fantasi, dan perang pedang. Jadi otomatis saya sangat menyukai film ini.
Namun setelah menonton film ini, saya berpikir bahwa tidak banyak film-film jaman sekarang yang mendengung-dengungkan nilai-nilai moral seperti harapan, kehormatan, kebenaran, integritas, dan kepahlawan, sebagai nilai-nilai luhur yang harus dimiliki semua orang. Bahkan penyebutan "nilai-nilai luhur"pun terdengar asing di telinga orang jaman sekarang.
Kita harus menyadari bahwa segala perilaku kita dalam hidup ini sangat dipengaruhi nilai-nilai yang ditanamkan kepada kita; dan seringkali nilai-nilai itu diajarkan kepada kita dengan cara-cara yang tidak kita sadari. Ambil contoh berita tentang pejabat-pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi namun tidak dihukum atau proses hukumnya berbelit-belit. Nilai apa yang secara tidak sadar hendak diajarkan kepada para pembacanya?
Berbeda dengan kasus video-video porno, belum pernah ada protes yang dikumandangkan ketika didirikan lembaga-lembaga pemberantasan korupsi atau aturan-aturan yang mencoba membatasi tindakan korupsi. Hal ini, bagi saya, mengindikasikan sebagian besar orang Indonesia masih menganggap bahwa tindakan korupsi masih dianggap salah.
* Tindakan-tindakan yang salah atau melanggar hukum harus dihukumKesalahan harus mendatangkan konsekuensi; dan mayoritas orang Indonesia masih memegang teguh prinsip ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus "main hakim sendiri" di masyarakat (http://www.indosiar.com/ragam/40966/fenomena-main-hakim-sendiri ).
* Sering kali sistem hukum tidak dapat menghukum orang-orang yang jelas-jelas bersalahHal yang unik adalah ketika kita melihat bahwa sering kali sistem hukum tidak dapat menghukum orang-orang yang jelas-jelas bersalah (atau paling tidak tampak bersalah). Di satu sisi, kita masih memegang teguh nilai bahwa kesalahan harus dihukum, bahkan kalau perlu main hukum sendiri. Akan tetapi di sisi lain, banyak orang mulai mengambil kesempatan dan berargumentasi: "Kalau yang melakukan kesalahan besar-besar begitu nggak dihukum, wajarlah kalau saya juga ikut-ikut melakukan kesalahan-kesalahan yang kecil-kecil. Toh semua orang juga begitu." (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/01/110107_birokrasi_korupsihotman.shtml )
Seperti yang saya contohkan di atas. Informasi-informasi yang tampaknya menarik dan "kelihatan" sebagai hal yang benar, dapat membawa nilai-nilai yang merusak. Lalu nilai-nilai apa yang kita dapatkan dari media yang membanjiri mata, telinga, dan indra-indra kita yang lain? Saya mengamati setidaknya ada 7 nilai yang secara sadar ataupun tidak sadar kita pelajari:
- Karakter ideal = kebaikan + kekuasaan. Tapi kekuasaan atau kekuatan lebih baik.
- Memaafkan VS Balas Dendam. Akan tetapi balas dendam lebih menyenangkan.
- Mengasihi semua orang VS Mengasihi orang-orang yang cocok dengan kita saja. Mengasihi semua orang memang baik, tetapi mengasihi orang-orang tertentu dan menindas beberapa orang yang lain adalah cara hidup di dunia nyata.
- Kebenaran yang sejati = kejujuran + menguntungkan. Tapi jika harus memilih, keuntungan lebih baik daripada kejujuran.
- Cara hidup yang ideal = baik di mata Tuhan + baik di mata manusia. Tetapi jika Tuhan mulai merepotkan, lebih baik mengabaikan Tuhan dan menyenangkan manusia; dan jika manusia mulai merepotkan lebih baik menyenangkan diri sendiri dari pada menyenangkan Tuhan dan manusia.
- Hukuman VS Pengampunan. Jika orang lain yang berbuat salah, hukuman. Jika saya atau kelompokku yang berbuat salah, pengampunan.
Keenam nilai inilah yang saya lihat melatar belakangi semakin maraknya tindak kekerasan dan pelanggaran hukum di sekitar kita. Keenam nilai inilah yang saya lihat membuat kasus-kasus pelanggaran hukum di negara kita tidak akan pernah usai. Keenam nilai inilah yang menyebabkan "nilai-nilai luhur" seperti harapan, kehormatan, kebenaran, integritas, dan kepahlawan, menjadi warisan orang-orang tempo doeloe yang statusnya "ketinggaln jaman".
Waspadai dan saring nilai-nilai yang berusaha ditanamkan kepada kita. Mari kita jadikan hidup kita sebagai contoh yang baik bagi orang-orang di sekitar kita.
mantap, tulisannya bagus dan bermanfaat, makasih gan
ReplyDelete